Ada suatu kisah tentang pemuda saleh yang hampir tidak bisa dikuburkan karena banyaknya orang yang menghadiri pemakamannya. Ia bahkan meninggal dalam keadaan mendekap Al-Qur’an.
Kisah tersebut diceritakan oleh Imam Ibnul Jauzi dalam ‘Uyun Al-Hikayat Min Qashash Ash-Shalihin wa Nawadir Az-Zahidin (ed terjemahan: 500 Orang Saleh Penuh Hikmah).
Baca juga:
Dikisahkan, Abu Abdillah, seorang muazin Bani Haram bertetangga dengan seorang pemuda. Setiap kali ia azan untuk sholat dan melantunkan ikamah, pemuda tersebut sudah berada tepat di belakangnya. Ketika ia sholat, pemuda itu pun ikut sholat. Setelah itu, pemuda tersebut memakai sandalnya dan masuk ke rumah.
“Saya berharap dia berbicara kepadaku atau meminta suatu keperluan kepadaku,” ucap Abu Abdillah.
Pada suatu hari, pemuda tersebut berkata kepada Abu Abdillah, “Wahai Abu Abdillah, apakah engkau mempunyai mushaf yang bisa saya pinjam, agar saya bisa membacanya?”
Abu Abdillah pun mengeluarkan mushaf Al-Qur’an dan memberikannya kepada pemuda itu. Pemuda itu lalu memeluk mushaf itu ke dadanya. Kemudian dia berkata, “Semoga hari ini menjadi hari yang sangat penting bagiku dan bagimu.”
Setelah kejadian tersebut, Abu Abdillah tidak melihat pemuda itu lagi. Pemuda itu bahkan tidak keluar rumah demikian juga saat sholat Maghrib dan Isya dia tidak keluar rumah.
Setelah sholat Isya, Abu Abdillah mendatangi rumah tempat tinggal pemuda itu. Di sana ia mendapati sebuah ember dan alat membersihkan diri. Ia juga melihat pemuda itu meninggal dunia sedang mushaf berada di pelukan dadanya.
Ia kemudian mengambil mushaf dari kamar pemuda itu lalu minta tolong orang-orang sekitar untuk membantu mengangkatnya ke tempat tidur.
“Pada malam hari itu saya berpikir siapa yang bisa saja ajak bicara untuk memakaikannya kain kafan. Saat akan tiba waktu Subuh, saya pun ke masjid untuk melantunkan azan Subuh, lalu setelah itu sholat sunnah. Ketika itu saya melihat ada cahaya di arah kiblat. Saya pun mendekat. Ternyata itu adalah kain kafan yang terlipat, di arah kiblat. Saya pun mengambilnya dan mengucapkan Alhamdulillah,” kata Abu Abdillah.
Setelah itu, Abu Abdillah membawa jenazah pemuda saleh itu ke rumahnya dan ia kembali ke masjid. Selepas sholat Subuh, tepatnya saat salam menengok ke kanan, ia mendapati Tsabit Al-Bunani, Malik bin Dinar, Habih Al-Farisi, dan Shalih Al-Murri di sebelah kanannya.
Ia pun bertanya kepada mereka, “Wahai saudara-saudaraku, apa yang membuat kalian datang kemari?” Mereka menjawab, “Apakah ada seseorang yang meninggal semalam, di sekitar tempat ini?” Ia menjawab, “Iya. Ada seorang pemuda yang meninggal malam ini, yang biasa sholat bersamaku.”
Mereka berkata, “Perlihatkanlah dia kepada kami.” Begitu mereka masuk melihat jenazahnya, kata Abu Abdillah, Malik bin Dinar membuka penutup muka jenazah pemuda itu kemudian mencium dahinya di bagian yang biasa ia gunakan untuk sujud.
Setelah itu, Malik bin Dinar berkata, “Demi ayahku, engkau wahai Hajjaj, sering kali jika dikenal di suatu tempat, engkau pindah ke tempat lain yang tidak mengenalmu. Bawalah dia untuk dimandikan.”
Abu Abdillah melihat masing-masing dari mereka membawa kain kafan seraya berkata, “Saya yang akan mengafaninya.” Ketika mereka saling berebut, Abu Abdillah kemudian berkata, “Saya tadi malam berpikir tentang siapa yang bisa saya minta tolong untuk mengafaninya. Kemudian ketika subuh saya datang ke masjid untuk azan, lalu sholat sunnah. Saat itulah saya melihat ada kain kafan yang terbungkus rapi. Saya tidak tahu siapa yang meletakkannya?”
Mendengar hal itu, mereka berkata, “Jika begitu, kafankanlah dia dengan kain kafan itu.” Akhirnya pemuda tersebut dikafani dan dikeluarkan untuk dimakamkan.
Menurut kesaksian Abu Abdillah, dia hampir tidak bisa membawa jenazah pemuda saleh tersebut untuk bergerak ke kuburan. Sebab, banyak sekali orang yang menghadiri pemakamannya.
Sumber: https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6158923/kisah-pemuda-saleh-yang-meninggal-dalam-keadaan-mendekap-al-quran.